Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR. mengungkapkan akan menindaklanjuti beberapa rekomendasi untuk berupaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir, serta stunting.
Diantaranya, pelayanan kegawatdaruratan untuk ibu dan anak harus ada di seluruh rumah sakit di Jember. Bukan hanya rumah sakit pemerintah, tetapi juga rumah sakit swasta.
“Kami harus segera mendorog seluruh rumah sakit untuk memastikan, tidak ada rumah sakit di Jember yang berizin operasional tapi tidak siap melayani emergency ibu maupun anak selama 24 jam,” tegas Bupati.
Hal ini disampaikan Bupati saat memberikan sambutan dan pengarahan pada Lokakarya Diseminasi Hasil Studi Every Mother and Newborn Countys (EMNC), Jumat, 13 September 2019 di Pendopo Wahyawibawagraha Jember.
Berkaitan dengan pelayanan di puskesmas, masih menurut Bupati, telah tersedia 25 dari 50 puskesmas yang telah berkompeten untuk melayani emergency ibu dan anak selama 24 jam.
“Dan ini kami teruskan dengan target 50 persen sisanya tertuntaskan. Kami juga melatih banyak SDM kesehatan, grup pendampingan untuk masalah ibu dan bayi,” katanya.
Ada juga program aplikasi untuk ibu hamil yang dimiliki Kabupaten Jember. Kedepan akan membuat buku KIA berbasis IT atau e-KIA.
“Kalau kemarin kan kita tahu ibu hamil telat kontrol siapa yang melayani, hasil kontrolnya bisa tahu di aplikasi,” terangnya.
Terkait dengan, stunting, bupati menyatakan, dari hasil data terlihat angka stunting Jember sudah turun.
“Satu anak adalah aset bangsa. Jadi satu saja balita stunting menjadi masalah, kalau ada 3 balita berati satunya stunting,” jelas Bupati, seraya menyebut ada 18 desa dengan jumlah balita stunting paling besar. Ke-18 desa ini menjadi prioritas.
18 desa ini diberi program pendampingan. Termasuk untuk posyandu dan intervens secara komprehensif terhadap masalah sanitasi dan masalah layanan kesehatan.
“Memerlukan suatu komitmen. Masalah stunting ini enggak cukup ketika bayinya lahir. Ketika ada calon bapak dan ibu, akan diberikan pelayanan untuk memastikan calon ini paham dalam mempersiapkan kehamilan dan melahirkan, maka perlu ada partisipasi keluarga, kesehatan, dan pemerintah,” jlentrehnya.
Pemerintah Kabupaten Jember bersama KUA akan membuat regulasi yang memastikan tidak ada pasangan menikah kecuali sudah tahu bahwa dia mempunya kompetensi calon ibu dan calon bapak, untuk lahirnya balita sehat Indonesia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, yang diwakili oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, Drg. Fitri, M.Sc., menyampaikan masalah kesehatan membutuhkan kerjasama semua pihak sesuai peran dan tupoksinya, bergerak bersama mengatasi kesehatan.
“Jawa timur sudah membuat suatu prioritas sesuai dengan nasional yaitu untuk mengatasi kematian ibu dan bayi, masalah gizi, stunting, tbc. disini kita semua harus bergerak, ini tidak bisa hanya dilakukan dinas kesehatan, tetapi lingkungan dan pengawasan orang sekitar,” katanya.
Fitri menyampaikan, tidak ada program yang bekerja sendri dengan hasil untuk diri sendiri, “Harus dikerjakan dengan suatu kesepakatan dan komitmen untuk semua bisa bergerak,” pungkasnya. (mutia/izza/*f2)