PEMERINTAHAN SOSIAL

Panggung Syukur, Kisah Unan-Unan Tradisi Tengger, Warisan Budaya Desa Ranupani, Lumajang

Unan unan, tradisi masyarakat Tengger, di desa Ranupani, Lumajang, sebagai bentuk rasa syukur masyarakat yang digelar 5 tahun sekali. Foto. : Atman.

Lumajang – Panggung Syukur, yang berada Di tengah perbukitan indah Desa Ranupani, Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, merupakan tradisi yang telah terpelihara selama berabad-abad. Ritual Adat Unan-unan Tengger.

Di pagi yang cerah, selasa (23/04/2024), para penduduk dan pemuka adat Suku Tengger berkumpul merayakan momen yang tak hanya melambangkan syukur, tetapi juga menjaga keharmonisan dengan alam dan leluhur mereka.

Saat diwawancarai, Sekretaris Daerah Kabupaten Lumajang, Agus Triyono menyampaikan makna mendalam di balik tradisi tersebut.

“Unan-Unan yang kita laksanakan di Desa Ranupani adalah cermin dari rasa syukur yang mendalam. Kami, sebagai bagian dari alam ini, merasa berkewajiban untuk merawatnya. Semoga kita dilindungi dan diberkahi,” katanya sambil tersenyum.

Ritual Unan-unan, sebuah warisan leluhur yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali, yang Suku Tengger sebut sebagai ‘Landung’. Ini adalah penanda penting dalam kalender mereka yang terdiri dari 13 bulan, sebuah sistem waktu yang unik dan menggambarkan hubungan khusus mereka dengan alam.

Unan-unan, yang berasal dari kata “Una” yang berarti memperpanjang, tak hanya mempersembahkan rasa syukur, tetapi juga upaya untuk memperpanjang bulan dalam kalender tradisional Tengger. Ini adalah simbol dari kesatuan mereka dengan alam dan langit.

Agus Triyono menambahkan bahwa ritual tersebut adalah bentuk penghormatan kepada leluhur, serta doa agar keberkahan terus mengalir bagi masyarakat Desa Ranu Pani. Hari puncaknya tidak hanya diwarnai oleh kesyukuran, tetapi juga ‘sajen’ berupa kepala kerbau yang dihias indah, menjadi simbol dari pengorbanan dan harapan yang mereka bawa.

Sekda Lumajang, Agus Triyono, saat hadiri kegiatan Unan unan. Foto. : Atman.

Para warga Tengger kemudian mengarak ‘ancak’ yang memuat sajen tersebut menuju Sanggar Pamujan, tempat peribadatan yang menjadi pusat ritual.

Baca Juga :  Jalan Dusun Antirogo Wetan Rusak Berat, Diduga Akibat Aktivitas Penambangan

Di sana, doa-doa dipanjatkan, harapan diungkapkan, dan ikatan dengan alam serta leluhur diperkuat.

Baca Juga : Pj. Bupati Lumajang Meninjau Mall GM Plaza yang Ludes Dilalap Si Jago Merah

“Harapan kami adalah kelimpahan rezeki dan keselamatan bagi kita semua, dan untuk generasi mendatang. Semoga kita tetap di bawah lindungan Tuhan dan leluhur kami,” pungkasnya, menutup cerita ini dengan doa yang mendalam.

Dari Desa Ranupani, satu lagi kisah tentang kesyukuran, tradisi, dan ikatan manusia dengan alam telah diceritakan, sebuah cerita yang tak akan pudar dari ingatan mereka.

Reporter : Atman

Editor : Arya

Bagikan Ke: