Jember – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara yang menimpa penyandang disabilitas asal Desa Sukoreno, Kecamatan Kalisat, Jember, Jawa Timur, menyatakan akan tetap berupaya agar pelaku mendapat maaf dari korban.
“Kami akan tetap melakukan upaya agar pelaku mendapatkan kata maaf dari korban, agar pelaku mendapatkan keringanan dalam penuntutan nantinya,” terang Kepala Seksi Pidana Umum pada Kejaksaan Negeri Jember I Gede Wiraguna Wiradarma, Selasa 14 Maret 2023.
Perlu diketahui, penyandang disabilitas itu adalah Sutono. Pria ini merupakan difabel tuna rungu dan wicara. Ia diduga melakukan tindak pidana pencurian di rumah Sinowardi. Pelaku dan korban merupakan tetangga satu desa.
Pelaku diduga melakukan tindak pencurian pada malam hari, sekira pukul 21.50 pada 13 Agustus 2022. Ia masuk rumah korban melalui pintu depan yang tidak terkunci.
Di ruang tamu, pelaku mengambil dua buah toa yang ada di atas dipan ruang tamu, kemudian meletakkan toa itu di dekat pintu ruang tamu.
Selanjutnya pelaku masuk ke ruang tengah dengan cara mendorong pintu tengah hingga grendel pintu rusak.
Berhasil masuk ruang tengah, pelaku membuka lemari yang ada di ruang tersebut dan mendapati sebuah dompet berisi STNK, SIM, dan uang Rp. 300 ribu milik korban.
Pada waktu yang sama, anak Sinowardi bernama Siti Holifatus Soleha bangun dan keluar kamar tidur melihat pelaku.
Menyadari tindakannya dipergoki pemilik rumah, pelaku mengarahkan ketapel yang dibawanya ke arah Siti Holifatus Soleha.
Ketakutan, Siti Holifatus Soleha berteriak lalu jatuh terduduk lemas. Sutono yang kaget lalu berlari keluar rumah korban sambil membawa dompet milik Sinowardi.
Menurut Kasi Pidum I Gede Wiraguna Wiradarma, berdasar kronologis itu, pelaku yang mengalami tuna rungu dan wicara diduga kuat sadar dengan perbuatannya.
Kondisi disabilitas tuna rungu dan tuna wicara, masih kata Kasi Pidum, bukan menjadi alasan penghapus maupun pembenar tindak pidana yang dilakukannya, mengingat pelaku memiliki pikiran dan mental yang sehat.
Dengan pikiran dan mental yang sehat itu pelaku mampu berpikir dengan kesadaran penuh dalam melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 sampai dengan 51 KUHP.
Selain kasus pencurian itu, diperoleh informasi bahwa pelaku beberapa kali melakukan tindakan tidak menyenangkan kepada korban. Seperti merusak tanaman persawahan milik korban.
Pada kasus pencurian, pelaku tidak mendapatkan maaf dari korban. Sehingga kasusnya berlanjut ke ke tahap persidangan di PN Jember.
Menurut Kasi Pidum I Gede Wiraguna Wiradarma, selain dalam persidangan, penyelesaian perkara bisa dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Syarat utama penyelesai kasus dengan pendekatan keadilan restoratif adalah perdamaian yang ditandai dengan persetujuan korban atas permohonan maaf yang diajukan oleh pelaku.
Namun, sebagaimana sudah berjalan, perdamaian itu tidak terwujud.
“Kami memahami perasaan masyarakat yang menginginkan terdakwa diproses dengan pendekatan keadilan restoratif, karena kondisi pelaku,” ungkap Kasi Pidum I Gede Wiraguna Wiradarma.
Kejaksaan pun memiliki semangat untuk mengembalikan suatu kondisi di masyarakat yang terjadi konflik perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif itu.
“Sayangnya, prasyarat maupun persyaratan untuk pendekatan keadilan restoratif itu tidak mencukupi bagi pelaku,” bebernya.
Meski demikian, Kasi Pidum kembali menegaskan, jaksa dalam persidangan akan mengupayakan ada kata maaf bagi pelaku dari korban, sehingga menjadi pertimbangan keringanan tuntutan.
Sementara terkait dengan perlunya penerjemah bahasa isyarat bagi pelaku saat akan menjalani persidangan, Kasi Pidum mengatakan akan berkoordinasi dengan pihak Pengadilan Negeri Jember.
Kepada masyarakat, Kasi Pidum menyatakan bahwa perkara Sutono ini masih cukup lama untuk mendapatkan penyelesaian di persidangan.
Karena itu pihaknya berharap masyarakat untuk terus mengikuti secara utuh perkara ini. Sidang di PN Jember dijadwalkan pada Rabu 15 Maret 2023. (achmad)