BUDAYA

Imam Al-Ghazali, Sang Ulama yang Tak Pernah Lelah Belajar

Kerendahan hati Imam Al-Ghazali menjadi teladan bagi kita semua, bahwa semangat belajar harus terus berkobar dalam diri setiap individu, tanpa batas usia dan latar belakang.

Fakta Jember – Imam Al-Ghazali, sosok ulama yang namanya harum dalam sejarah Islam, ternyata memiliki kisah inspiratif tentang kerendahan hati.

Meskipun telah menguasai berbagai ilmu agama, beliau tidak ragu untuk belajar dari seorang tukang sol sepatu.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa ilmu bisa didapatkan dari siapa saja, tanpa memandang status sosial atau profesi.

Kerendahan hati Imam Al-Ghazali menjadi teladan bagi kita semua, bahwa semangat belajar harus terus berkobar dalam diri setiap individu, tanpa batas usia dan latar belakang.

NU Online menuliskan, Imam Al-Ghazali (450 – 505 H) merupakan seorang ulama terkemuka yang bergelar Hujjatul Islam, dengan pemikiran yang hingga kini masih terus dikaji dan diikuti oleh umat Islam.

Siapa sangka, di balik kapasitas keilmuannya yang luar biasa, Imam Ghazali tetap bersedia belajar dari seorang tukang sol sepatu.

Belakangan diketahui bahwa tukang sol sepatu tersebut adalah seorang ahli ma’rifat yang menyembunyikan keilmuannya di balik profesinya.

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Maraqil Ubudiyah syarah Bidayatul Hidayah mengisahkan bahwa perjumpaan Imam Ghazali dengan tukang sol sepatu ini berawal dari saudaranya yang bernama Ahmad.

Dikisahkan, Imam Ghazali sering menjadi imam shalat berjamaah di sebuah masjid dekat rumahnya.

Namun, saudaranya yang bernama Ahmad tidak pernah terlihat menjadi makmum di masjid tersebut.

Suatu hari, Imam Ghazali mengadukan hal ini kepada ibunya.

“Ibu, tolong suruh saudaraku, Ahmad, untuk shalat berjamaah bersamaku supaya orang-orang tidak menuduh macam-macam,” ujar Al-Ghazali pada ibunya.

Setelah mendapat perintah sang ibu, Ahmad pun menurutinya dan menjadi makmum saat Al-Ghazali menjadi imam shalat di masjid.

Beberapa saat kemudian, Ahmad melakukan mufaraqah (berpisah dengan imam) karena melihat darah dalam diri Al-Ghazali.

Baca Juga :  Karnaval Mobil Hias Milik Disnaker Menggelitik "Wes Wayae Ijazah SD Bergaji 9 Juta"

Usai shalat, Al- Ghazali pun mengetahui Ahmad melakukan mufaraqah dan menanyakan alasannya.

“Aku melihat kamu dipenuhi dengan darah,” jawab Ahmad

Imam Ghazali pun mengakui bahwa saat shalat, ia tidak bisa khusyuk karena pikirannya terganggu dengan masalah darah haid.

Tepatnya pada persoalan mutahayyirah, yaitu wanita yang sudah pernah mengalami haid dan suci darinya, kemudian mengalami pendarahan kembali.

“Dari mana kamu belajar ilmu ini?” tanya Al-Ghazali penasaran.

“Aku mempelajarinya dari syekh yang berprofesi sebagai tukang sol sepatu,” jawab Ahmad.

Tidak menunggu lama, setelah mengetahui sosok dan alamatnya, Imam Ghazali pun segera berangkat untuk menemui dan belajar kepada syekh yang dimaksud.

“Wahai tuanku, aku ingin belajar ilmu kepadamu,” ucap Al-Ghazali usai bertemu dan menyampaikan salam.

“Sepertinya kamu tidak akan sanggup untuk taat pada perintahku,” jawab syekh meragukan keseriusan Imam Ghazali.

“Insyaallah aku sanggup,” jawab Imam Ghazali meyakinkan syekh.

“Kalau begitu, sekarang coba kamu sapu lantai ini,” ujar syekh pada Al-Ghazali.

Ketika Al-Ghazali hendak mengambil sapu, syekh kemudian menyuruh agar lantai itu tidak dibersihkan dengan sapu melainkan dengan tangan.

Al-Ghazali pun melakukannya, menyapu lantai tersebut dengan tangannya.

Setelah lulus dari ujian pertama, syekh kemudian menguji kembali Al-Ghazali, yaitu memerintahkannya untuk membersihkan kotoran yang ada di sekitarnya.

“Sapulah kotoran itu,” perintah syekh.

Ketika Al-Ghazali hendak melepas pakaiannya, syekh kemudian memerintahkan agar kotoran itu dibersihkan dengan pakaian itu.

“Bersihkan lantai itu dengan baju yang kamu pakai,” perintah syekh.

Saat Al-Ghazali hendak membersihkan kotoran tersebut dengan pakaiannya, syekh kemudian mencegahnya karena telah melihat keikhlasan dalam diri muridnya itu.

Selanjutnya, syekh tersebut memerintahkan Al-Ghazali untuk pulang.

Setelah kembali dan tiba di madrasahnya, Imam Ghazali merasakan hatinya terbuka dan mendapatkan ilmu yang luar biasa dari Allah melalui wasilah pertemuan tersebut.

Baca Juga :  Pemkab Sediakan Bus Untuk Mudik dan Balik Gratis Tahun 2019

Perjalanan hidup Imam Ghazali ini mengajarkan pentingnya seorang muslim untuk tidak pernah berhenti belajar.

Meski telah bergelar syekh, semangat Imam Ghazali dalam mencari ilmu tidak pernah padam.
Selanjutnya, seorang muslim juga perlu memiliki guru spiritual yang dapat membimbing, mengarahkan, serta memperbaiki hati.

Dalam dunia tasawuf, hati memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena menjadi pusat dan penentu kualitas spiritual seseorang.

Selain itu, kisah ini juga memberikan gambaran sekaligus tantangan bagi para guru agar bisa meningkatkan dimensi batin.

Ketika hal tersebut tercapai, murid-murid berkualitas akan lahir dari hasil didikannya yang baik.

Di sisi lain, marak terjadi hubungan tidak wajar antara guru dan murid yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Bahkan untuk memenuhi syahwatnya dengan dalih mencari ridha guru.

Hal ini mungkin terjadi karena adanya kekosongan spiritual dalam diri guru tersebut, sehingga syahwatnya menjadi tidak terkendali. (achmad)

 

Bagikan Ke: