Fakta Jember – Ilmu pengetahuan dan agama tidak dapat dipisahkan oleh manusia sebagai makhluk Allah untuk menjalani kehidupannya di dunia ini.
Secara normatif, Islam sangat menghargai tentang penguasaan ilmu pengetahuan. Sehingga, ilmu dalam Islam dipandang secara utuh dan universal. Tidak ada istilah pembagian ilmu.
Namun, fakta sejarah mencatatkan pembagian ilmu merujuk pendapat dari tokoh Islam, yaitu Imam Al Ghazali.
Para pakar bahkan menyebutkan dalam tulisannya, bahwa akar mula dari pembagian ilmu ini adalah ketika Al Ghazali menyebut fardhu ain dan fardhu kifayah.
Fardhu ain untuk menuntut ilmu agama, dan fardhu kifayah untuk ilmu-ilmu non agama.
Dalam bukunya yang berjudul “Ihya’ Ulum ad-Din”, Al Ghazali memang membagi ilmu menjadi dua bagian.
Yakni ilmu terpuji dan tercela.
Al Ghazali juga menjelaskan bagian-bagian dan hukum-hukum mempelajarinya.
Di dalamnya terkandung penjelasan tentang kedudukan dan sesuatu yang fardhu kifayah, penjelasan tentang Ilmu Kalam dan Ilmu Fiqih dalam Ilmu Agama sampai batas mana, dan penjelasan tentang keutamaan ilmu akhirat.
Dalam muqaddimah buku Ihya’ Ulumiddin, Al Ghazali memperkenalkan dua kelompok besar ilmu.
Yaitu ilmu praktik keagamaan (‘ilm mu’amalah) dan ilmu pengungkapan ruhiyah (‘ilm mukasyafah).
Ilmu mu’amalah berurusan dengan prasyarat memperoleh ilmu yang kedua.
Ilmu mukashafah merupakan apa yang dibicarakan oleh nabi secara tersirat dan singkat melalui lambang dan kiasan.
Ilmu Mu’amalah terbagi menjadi dua.
Pertama,ilmu dzahir yakni ilmu mengenai amal perbuatan anggota badan.
Ilmu ini menyangkut adat kebiasaan dan ibadah.
Kedua, ilmu bathin, yakni ilmu mengenai amal perbuatan hati melalui anggota badan.
Ilmu ini menyangkut hal ihwal hati dan budi pekerti jiwa baik yang terpuji maupun yang tercela.
Dari mukadimah bukunya sudah tampak jelas Al Ghazali mengklasifiksikan ilmu menjadi dua bagian, yakni Ilmu Muamalah dan Ilmu Mukasyafah.
Ilmu Muamalah adalah alat untuk mencapai Ilmu Mukasyafah.
Ilmu Mukasyafah sendiri tidak dapat diajarkan kepada orang lain.
Ilmu ini didapat langsung dengan rahmat Allah kepada orang orang yang memang pantas untuk mendapatkan dan memikulnya. Seperti para nabi dan para pewaris Nabi.
Dalam bab kedua buku Ihya’ Ulum ad-Din al-Ghazali mengelompokkan ilmu menjadi fardu ‘ain dan fardu kifayah.
Fardu ‘ain menunjukkan ilmu-ilmu yang terkait dengan perintah dan larangan agama.
Fardu kifayah mencakup ilmu-ilmu yang penguasaannya wajib bagi suatu masyarakat muslim tapi tidak mengikat bagi tiap individu.
Ilmu fardu kifayah terbagi menjadi dua, yaitu ilmu-ilmu agama (shar’iyyah) ilmu non agama (ghayru syar’iyyah).
Ilmu-ilmu agama (shar’iyyah) berkisar tentang wahyu Allah dan Sunnah Rasulullah. Seperti ilmu tafsir, hadits, fiqih, usul fiqih, dan lain-lain.
Ilmu non agama (ghayru syar’iyyah) berasal dari hasil penalaran akal manusia, pengalaman, dan percobaan. Seperti kedokteran, matematika, ekonomi, astronomi, dan lain.
Rosulullah Muhammad SAW mengatakan tanda orang yang sudah memiliki ilmu bathin adalah :
1. Dia menjauhi dirinya dari tempat yg membuatnya lalai
2. Dia menuju ke tempat dimana ia kekal
3. Dia bersiap menuju tuhannya. (achmad)