PENDIDIKAN

Sumpah Pemuda Ajak Hidupkan Bahasa Indonesia di Ruang Publik

Hilmar menjelaskan, Bahasa Indonesia dulu digunakan sebagai alat perjuangan kemerdekaan, berbasis hukum adat dan keberagaman yang ada di masyarakat. ANTARA

Fakta Jember – Penting sekali menghidupkan semangat Sumpah Pemuda dalam konteks penggunaan Bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga alat untuk membentuk identitas dan realitas bangsa.

Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah pun sebaiknya lebih menekankan pada nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Seperti semangat persatuan dalam keberagaman.

Selain itu, penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar harus dicontohkan oleh para pendidik dan diterapkan dalam lingkungan sekolah.

Melansir ANTARA, Budayawan Hilmar Farid menyebut Sumpah Pemuda mesti bisa menjadi momen untuk terus menghidupkan Bahasa Indonesia.

Hilmar menjelaskan, Bahasa Indonesia dulu digunakan sebagai alat perjuangan kemerdekaan, berbasis hukum adat dan keberagaman yang ada di masyarakat.

“Dasar keyakinan kita bersatu justru karena keberagaman itu. Jadi, Sumpah Pemuda jangan dibatasi hanya sekadar seremoni,” kata Hilmar Farid dalam diskusi di Jakarta, Jumat 25 Oktober 2024.

Hilmar menegaskan, Bahasa Indonesia tidak bisa hanya dibatasi sebagai alat komunikasi.

Tetapi mesti diluruskan kembali sesuai tujuan awal Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Yakni memasukkan Bahasa Indonesia dalam ranah publik.

“Sumpah Pemuda waktu itu kan tujuan utamanya untuk memasukkan Bahasa Indonesia dalam ranah publik,” ujarnya.

Tujuan itu karena Bahasa Indonesia punya kandungan untuk mempengaruhi.

“Jadi jangan hanya dilihat sebagai alat komunikasi, tetapi itu adalah adalah realitas, dan bahasa itu menciptakan realitas,” ujar Hilmar Farid.

Hilmar menjelaskan, saat ini sekitar 50 persen kosakata Bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa lain.

Untuk lebih memperluas kosakata Bahasa Indonesia itu, Hilmar menyebut dibutuhkan seorang konduktor untuk menyatukan keberagamannya.

“Kita perlu mencari konduktor yang bisa mengorkestrasi keragaman, bukan soal ketepatan, tetapi secara kontekstual bisa mengorganisasikan Bahasa Indonesia,” terangnya.

“Jadi, saya rasa, investasinya perlu di situ, bagaimana meningkatkan kemampuan menerjemahkan berbagai ekspresi, sehingga bisa menjembatani masyarakat,” ucapnya.

Ia juga mengemukakan Sumpah Pemuda sebagai suatu peristiwa sebetulnya sangat cepat dilupakan.

Oleh karena itu masyarakat perlu diingatkan kembali bahwa sumpah tersebut merupakan bagian dari perjuangan sosial.

Sehingga Bahasa Indonesia perlu terus hidup dan keluar dari batas-batas kolonialisme.

“Memperjuangkan Bahasa Indonesia saat itu adalah artikulasi bagi perjuangan sosial, dan yang menjadi masalah itu, warisan kolonial sampai saat ini masih ada,” papar Hilmar Farid.

Menurutnya, untuk menjadi bangsa yang besar, perlu ada kesinambungan antara ide dan kenyataan yang ada di dalam masyarakat melalui Bahasa Indonesia yang digunakan untuk bertutur.

Ia mengingatkan untuk tidak mereduksi Indonesia sebagai salah satu proyek geografis saja.

“Indonesia ini ide, bangsa yang melahirkan hubungan antara ide, kenyataan, alat ungkap, penuturannya,” jelasnya.

Pesannya, terus utamakan Bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. (achmad)

Bagikan Ke: